Jumat, 27 Mei 2011

Penelitian yang didanai DP2m Dikti tahun 2008

Hasil Produksi Jagung Semi Dan Kualitas Jerami Jagung Sebagai Pakan Ternak Dari Dua Varietas Dan Tingkat Kepadatan Yang Berbeda
(Yield baby corn and quality corn forages as livestock forages from two varieties and difference of crop densities )

Tintin Rostini
Staf pengajar Faperta Uniska Banjarmasin Kalimantan Selatan

ABSTRACT
The research aim is to know the effect of crop densities and baby corn varieties to get baby corn yield and quality livestock forages ..
This research was done at Sungai Besar Village,Banjarbaru . This research using completely factorial randomized design with two factors, and three replications of each. The first factor was corn variety (V) consist of V1 (CP1-2) and V2 (Arjuna), and the second factor was corp density ( K) consist of K1 ( 25 000 crops. ha-1 ), K2 (50 000 crops. ha-1), K3 (75 000 crops. ha-1) and K4 (100 000 crops. ha-1), so there are 8 treatments combination .
Result of experiment obtained there was signifikan interaction between varieties and density on baby corn’s production, combintion V2K2 produced was the highest baby corn weight of production was about 7,090 kg.ha -1. This result also showed that qualities corn forages of three varieties of baby corn were not no significant .

Key words : Baby corn, variety, crop density, corn forages yield

PENDAHULUAN
Hijauan makanan ternak, merupakan salah satu bahan makanan yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan ternak, terlebih untuk ternak ruminansia. Oleh karena itu hijauan sebagai salah satu pakan yang merupakan dasar utama dalam usaha pengembangan peternakan, baik untuk berkembangbiak, maupun untuk bereproduksi (Sumantri, Soewardi, Samad dan Sukiran , 2003).
Penyediaan hijauan makanan ternak dengan kualitas dan kuantitas yang cukup merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi ternak. Penyediaan hijauan makanan ternak di daerah tropis, sangat dipengaruhi oleh system usaha tani yang berlaku di suatu daerah (Dohi, 1998). Daerah di Indonesia yang mempunyai system usaha tani tanah sawah, sumber makanan ternak ruminansia terutama berasal dari hasil ikutan atau limbah pertanian, seperti jerami tanaman pangan atau sisa-sisa pertanian lainnya.
Salah satu tanaman pangan yang memberikan harapan besar dapat dilakukan diversifikasi dan limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak adalah tanaman jagung semi. Jagung semi (baby corn) merupakan alternatif yang dapat dipilih oleh petani/peternak selain memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman lainnya, juga peluang untuk memasarkannya semakin terbuka. Selain dapat digunakan sebagai sayuran oleh semua golongan masyarakat, batang dan daun jagung sisa panen bisa dipakai untuk pakan ternak yang memiliki hijauan berkualitas baik ( Goenawan, 1989)
Kualitas suatu hijauan makanan ternak tidak konstan, ada perubahan- perubahan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain umur tanaman , kesuburan tanah, keadaan cuaca dan keadaan persedian air. Pada musim kemarau (tanah kering) maka tanaman jagung akan tumbuh kering sehingga nilai gizinya akan berubah (Sarwono, 1995). Umur tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai nutrisi, dan pada umumya kadar protein akan turun sesuai dengan meningkatnya umur tanaman, tetapi kadar serat kasar menunjukkan keadaan sebaliknya (Susetyo, 1980)
Sekarang penanaman jagung tergantung pada tujuan penggunaanya, apakah sebagai jagung pipilan, jagung rebus, jagung sayur (baby Corn) atau sebagai hijauan pakan (Soedarmadi, 1990). Sebagai jagung semi , tanaman dipanen pada saat setelah berbunga, yakni pada umur 8 – 9 minggu, karena pada saat tersebut produksi bahan kering per hektar telah mencapai maksimum (Wilkinson, 1978) .
Untuk mengoptimalkan fungsi lahan sebagai media tanam khususnya tanaman jagung semi ini, hasil produksi jagung semi serta produksi hijauan jagung termasuk kualitasnya sangat tergantung kepada model penanaman yang dilakukan. Terdapat kesulitan menentukan kepadatan tanaman yang optimal agar berproduksi tinggi, berkualitas baik hijauan segar maupun silasenya. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap efisiensi lahan yang makin hari menjadi semakin mahal sehingga perlu diteliti tentang hal ini, agar ke depan dualisme kepentingan ini baik sebagai penghasil bahan pangan (jagung semi) maupsebagai hijauan pakan ternak dapat sama-sama diuntungkan dengan mengoptimalka un n penggunaan lahan yang ada.sehingga didapat kualitas limbah (hijauan jagung) sebagai pakan ternak yang berkualitas baik. Dan akan lebih bermanfaat sebagai pakan ternak
Tillman et al., (1989) menyatakan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi kecernaan antara lain adalah komposisi nutrisi makanan, jenis hewan dan jumlah makanan. Selanjutnya dinyatakan bahwa, umur hijauan makanan ternak juga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kecernaan. Hijauan yang masih muda akan lebih dapat dicerna daripada hijauan yang sudah tua. Apabila hijauan makin tua, proporsi selulose dan hemisellulosa bertambah, sedangkan karbohidrat yang terlarut dalam air akan berkurang.
Selama ini masih kesulitan menentukan berapa banyak tanaman yang optimal sehingga dapat memaksimalkan produksi dan kualitas nutrisi tetap baik. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap efisiensi lahan yang makin hari menjadi semakin mahal. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang hal ini. agar ke depan dualisme kepentingan ini baik sebagai penghasil bahan pangan (jagung semi) maupun sebagai hijauan pakan ternak dapat sama-sama diuntungkan dengan mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada. Sehingga bagi sisi usaha peternakan akan mampu mengatasi kesulitan pakan karena kendala kualitas hijauan yang rendah, serta mampu meningkatkan bobot ternak secara nyata.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi antara varietas dengan tingkat kepadatan tanaman pruduksi jagung semi dan kualitas nutrisi hijauan jagung.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sungai Besar Kecamatan Banjarbaru. Kotamadya Banjarbaru Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan . Alat- alat yang digunakan adalah : Meteran, oven timbangan analitik, cangkul,Gunting rumput, label, oven, sprayer,gelas ukur. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung semi Varietas besari bebas ( Arjuna) dan Varietas Hibrida CPI-2. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Furadan 3 G, Decis dan Ridomil, tetes untuk pembuatan silase
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan tiga kali ulangan. Perlakuan-perlakuan tersebut adalah sebagai berikut
Faktor pertama adalah varietas jagung semi (V) terdiri atas Varietas Jagung CPI-2 (V1) dan Varietas Arjuna(V2). Faktor kedua adalah kepadatan tanaman (K) terdiri dari atas empat taraf, yaitu Kepadatan 25 000 tnm. ha-1 (K1), kepadatan 50 000 tnm. ha-1 (K2), kepadatan 75 000 tnm. ha-1 ( K3) , dan kepadatan 100 000 tnm. ha-1 (K4)
Dalam penelitian ini pengolahan tanah dilakukan sebanyak dua kali pencangkulan, kemudian dibuat petak-petak penelitian dengan ukuran setiap petak 4 x 5 m sebanyak 24 petakan, jarak antar petak perlakuan 0,50 m .
Benih jagung ditanam secara tugal sedalam 3 – 5 cm, dengan jarak disesuaikan perlakuan. Pada saat menanam lubang tanam ditaburi furadan 3G dosis 25 kg ha-1. kemudian lubang tanam ditutup. Sedangkan panen dilakukan pada umur 56 hari setelah tanam.
Panen jagung semi dilakukan terhadap tongkol yang masih muda. Jagung semi dipanen ditandai dengan rambut tongkolnya sudah mencapai sekitar 3 - 5 cm, warna rambut putih kemerahan-merahan, kelobot berwarna hijau. Dan jerami jagung masih berwarna hijau .

Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah berat tongkol per petak, jumlah tongkol pertanaman, berat per tongkol sedangkan kualitas nutrisi hijauan jagung yang diukur terdiri dari kadar air, protein kasar, Serat kasar, Total Digestion Nutrien (TDN), kadar air dan kadar abu

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Tongkol Per Petak
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan interaksi varietas dengan tingkat kerapatan tanaman. Memberikan pengaruh yang sangat nyata (p< 0.01) terhadap berat tongkol jagung semi..
Tabel 1. Berat tongkol per petak (kg) dari dua varietas jagung
Varietas Kepadatan Tanaman (ha-1) Rataan
K1 K2
K3
K4

V1 9,08a 14,07cd 13,95cd 11,75bc 12,49
V2 10,46ab 14,18d 11,18b 9,09a 11,37
Rataan 9,77 14,13 12,56 10,42 11,93
Keterangan:Huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata
(P< 0,01)

Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa Varietas Arjuna dengan kepadatan 50 000 tnm ha-1 (V2K2) adalah hasil yang paling tinggi yaitu 14,18 kg per petak walaupun hasil ini tidak berbeda nyata dengan Varietas CP1-2 dengan kepadatan tanaman yang sama yakni 50 000 tnm ha-1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan varietas jagung Arjuna dengan kepadatan 50 000 tnm ha -1 (V2K2) memberikan hasil tertinggi yaitu sebesar 14,18 kg per petak atau setara dengan 7,090 kg ha-1 berat tongkol jagung semi.
Kepadatan tanaman ditingkatkan baik untuk varietas Arjuna maupun varietas CP1-2 cenderung menurunkan hasil tongkol jagung. Diduga karena adanya persaingan mendapatkan sinar matahari, unsur hara dan air yang diperlukan tanaman. Lebih-lebih penelitian ini dilaksanakan di tanah podsolik yang diketahui miskin hara, kandungan bahan organik yang rendah, di tanah podsolik menyebabkan daya serap tanah terhadap air tanah rendah. Hal ini senada dengan pendapat Mauliani dan Suryanto (1985) bahwa produksi jagung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi tanaman per satuan luas yang berhubungan erat dengan pemanfaatan sinar matahari secara maksimal dalam pertumbuhan. Sedangkan menurut pendapat Sutoro et al., (1988) menyatakan bahwa jumlah populasi tanaman sangat menentukan hasil suatu tanaman, semakin rapat jarak tanamam makin besar kompetisi dalam mengabsorpsi faktor-faktor tumbuh seperti unsur hara, air , CO2 dan cahaya matahari.
Jumlah Tongkol Per Tanaman

Jumlah tongkol per tanaman menunjukkan bahwa interaksi varietas dengan kepadatan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tongkol per tanaman. Faktor tunggal kepadatan tanaman memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap jumlah tongkol per tanaman . Jumlah tongkol per tanaman dari dua varietas pada beberapa kepadatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah tongkol per tanaman (buah) dari dua varietas jagung
Varietas Kepadatan Tanaman (ha-1) Rataan
K1 K2
K3
K4

V1 2,80 2,46 2,20 1,87 2,33
V2 2,87 2,40 2,20 1,93 2,35
Rataan 2,83c 2,43b 2,20b 1,90a 2,34
Keterangan:Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P< 0,01)

Berdasarkan tabel di atas terlihat pada kepadatan 25000 tnm ha-1 (K1) menunjukkan jumlah tongkol per tanaman tertinggi yaitu rata –rata 2,83 buah tongkol per tanaman sedangkan pada kepadatan 100 000 tnm ha-1 (K4) jumlah tongkol per tanaman rata-rata 1,93 buah. Pada Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi kepadatan tanaman maka jumlah tongkol per tanaman semakin sedikit. Sedangkan varietas jagung tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada jumlah tongkol per tanaman baik varietas Arjuna maupun varietas Hibrida CP1-2.
Jumlah tongkol per tanaman sangat dipengaruhi oleh semakin meningkatnya jumlah tanaman. Hal ini karena semakin meningkatnya jumlah tanaman maka akan semakin tinggi persaingan mendapatkan sinar matahari, unsur hara dan air di dalam tanah untuk pembentukan berat tongkol dan jumlah tongkol per tanaman . Sedangkan varietas jagung tidak mempengaruhi secara nyata terhadap . Hal ini disebabkan karena sifat-sifat yang dimiliki jagung Hibrida CPI-2 dan Jagung Arjuna secara genetik memiliki kesamaan. Kedua varietas ini memiliki keunggulan dalam produksi tongkol jagung seperti dilaporkan Sudjana et al. (1991) yang menyatakan bahwa jagung Hibrida varietas CPI-2 dan Jagung varietas Arjuna dapat digunakan sebagai penghasil jagung semi yang berproduksi tinggi.

Berat Per Tongkol

Hasil berat per tongkol jagung semi menunjukkan bahwa interaksi varietas dengan kepadatan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap berat per tongkol. Faktor tunggal kepadatan tananman memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap berat per tongkol . Rataan berat per tongkol dari dua varietas dapat dilihat pada Tabel 3.


Tabel 3. Berat per tongkol dua varietas jagung semi (g).

Varietas Kepadatan Tanaman (ha-1) Rataan
K1 K2
K3
K4
)
V1 64,92 57,02 42,29 31,51 49,51
V2 73,00 59,08 33,89 23,54 47,37
Rataan 70,12d 58,05c 38,08b 27,52a 48,44
Keterangan:Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P< 0,01)


Pada kepadatan 25 000 tnm ha-1 (K1) menunjukan berat tongkol tertinggi yaitu rata – rata 70,12 g per tongkol sedangkan pada kepadatan 100 000 tnm ha-1 (K4) berat tongkol rata-rata 27,52 g per tongkol . Pada Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi kepadatan tanaman maka berat tongkol semakin kecil. Sedangkan varietas jagung tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada berat tongkol baik varietas Arjuna maupun varietas Hibrida CP1-2.

Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung Semi

Bahan makanan ternak dikatakan bernutrisi tinggi apabila kandungan zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam keadaan mudah dicerna dengan komposisi yang baik serta mempunyai nilai cerna tinggi (Sosroamidjojo dan Soeraji 1981). Indikator bernutrisi baik dari kandungan Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK) Total Digestion Nutrien (TDN), kadar air dan kadar abu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi tingkat kepadatan tanaman dengan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan protein kasar, serta kasar, TDN, kadar air dan abu hijauan jagung. Begitu juga faktor tunggal kepadatan tanaman dan varietas. Rataan nilai nutrisi hijauan jagung semi dapat dilihat pada Tabel 4.




Tabel 4. Hasil analisis nilai nutrisi kadar air, Protein kasar(PK), serta kasar(SK) ,
Total Digestable Nutrien ( TDN), dan kadar abu hijauan jagung semi (%)

Hasil analisis V1K1 V1K2 V1K3 V1K4 V2K1 V2K2 V2K3 V2K4
Kadar Air 62,46 64,06 66,45 68,78 60,80 53,97 65,37 66,64
Kadar PK 10,03 10,70 8,77 7,63 10,87 10,09 8,97 8,90
Serat Kasar 28,55 31,20 33,19 32,36 29,79 32,33 33,52 35,52
TDN 61,09 60,54 56,78 57,90 61,02 59,24 58,46 59,32
Kadar Abu 6,66 5,97 4,43 3,64 6,78 5,11 4,23 3,84


Berdasarkan tabel di atas terlihat tingkat kepadatan dan varietas tanaman tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap kandungan Kadar air, kadar Protein Kasar (PK), kadar serat kasar (SK), kadar TDN dan kadar abu hijauan jagung. Meskipun demikian terdapat kecenderungan penurunan kadar protein kasar, TDN dan kadar abu hijauan jagung dengan meningkatnya kepadatan tanaman, tetapi untuk kadar air dan serta kasar terdapat kecenderungan peningkatan dengan meningkatnya kepadatan tanaman.
Peningkatan kepadatan tanaman menyebabkan peningkatan kadar air tanaman dari 61,63 % meningkat hingga 67,71 %. Bagi hijauan pakan yang akan dibuat silase kadar air erat kaitannya dengan kualias hasil silase. Dimana kadar air yang tinggi pada hijauan akan menyebabkan menurunnya kualitas hasil silase karena dapat memicu (trigers) peningkatan jumlah jamur silase. Hal ini berdampak kurang baik karena memerlukan tambahan waktu bagi peternak untuk menurunkan kadar air hijauan sebelum di buat silase, agar diperoleh hasil silase yang lebih baik. Tetapi peningkatan kadar air yang terjadi dalam penelitian ini dengan peningkatan kepadatan tanaman jagung semi per ha, dapat dikompensasi oleh hasil hijauan jagung yang meningkat sebagai cara penyediaan hijauan pakan yang efisien
Perbedaan varietas jagung dengan tingkat kepadatan tanaman tidak menyebabkan perbedaan terhadap kandungan SK, PK dan TDN hijauan jagung. Peningkatan kepadatanan tanaman hingga 100 000 tnm ha-1 belum menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap kualitas nutrisi hijauan jagung, walaupun ada kecenderungan terjadi penurunan kualitas nutrisi yang diindikasikan dengan penurunan kandungan PK, TDN dan peningkatan SK hijauan. Tidak nyatanya perbedaan kandungan nutrisi hijauan yang terjadi dengan meningkatnya kepadatan tanaman ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan hasil hijauan jagung semi untuk dijadikan hijauan pakan ternak
Berdasarkan hasil ini kepadatan tanaman jagung semi ke dua varietas dapat ditingkatkan sampai 100 000 tnm. ha-1 karena tidak mempengaruhi kualitas nutrisi hijauan yang diperoleh. Hal ini sangat menguntungkan bagi penyediaan hijauan pakan ternak karena dengan peningkatan kepadatan tanaman akan meningkatkan hasil jerami atau hijauan tanpa pengaruh negatif terhadap kandungan protein kasar, serat kasar dan TDN hijauan jagung. Kondisi ini sangat baik bagi keinginan petani ternak dalam upaya memperoleh hijauan pakan berkualitas tinggi dalam jumlah yang banyak dengan kualitas nutrisi yang baik.
Perbedaan yang nyata ditunjukkan dengan kadar abu hijauan jagung. Peningkatan kepadatan tanaman dari 25 000 tnm ha -1 hingga 100 000 tnm ha-1 cenderung menurunkan kadar abu jerami jagung yaitu dari 6,69 % turun hingga 3,74 %. Bagi ternak ruminansia kadar abu berkaitan dengan kelengkapan unsur mineral, tetapi kualitas hijauan sebagai pakan ternak lebih menekankan pada kualitas protein kasar, serat kasar dan TDN. Akibatnya penurunan kadar abu oleh tingkat kepadatan tanaman ini dapat dikompensasi dengan protein kasar, serat kasar dan TDN hijauan yang masih berkualitas baik.

Kesimpulan


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil berat tonggkol per petak tertinggi pada Varietas Arjuna dengan kepadatan 50
000 tnm ha-1 yaitu 14,18 kg per petak atau setara dengan 7,090 kg ha -1.
2. Kualitas nutrisi jerami jagung yang dibentuk oleh kandungan protein kasar (PK), serat kasar (SK) dan total digestien nutrien (TDN) tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan tanaman maupun varietas jagung semi.

Saran
Menanam jagung semi dengan tujuan untuk mendapatkan hasil jagung semi sebaiknya ditanam pada tingkat kepadatan 50 000 tnm ha-1.
DAFTAR PUSTAKA
Dohi, M. 1998. Pengaruh varietas dan kepadatan awal tanam terhadap produksi jagung dan hijauan jagung sebagai makanan ternak. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor..

Goenawan, G. 1989. Pengaruh populasi tanaman dan pembuangan bunga jantan (Detasseling) terhadap produksi jagung semi (baby corn) pada jagung manis (Zea mays Saccharata), Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Indriani, N.P. 2002. Kontribusi mikoriza dengan batuan fosfat dan waktu penjarangan pada tanaman jagung (Zea mays Linn) penghasil jagung semi dan hijauan pakan ternak. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syarifuddin, N.A. 2000. Produksi Rumput Gajah (Penisetum Purpurium) Pada Berbagai Umur dan Nilai Gizinya Sebelum dan setelah Ensilase. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makasar.

Sumantri, S. Soewardi B. Samad, dan Sukiran. 2003.Potensi pengembangan wilayah sapi Potong di Kawasan Padang alang-alang di Propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan timur. Direktorat Jendral peternakan. Jakarta.

Sudjana . A., Arifin, dan M. Sudjadi, 1991. Jagung. Buletin Teknik no 3. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Tanaman Pangan . Bogor.

Suprapto, H. S. 1990. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya . Jakarta. 37 hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar