Jumat, 01 Juli 2011

KAJIAN PRODUKSI GARAM ASAM ORGANIK DAN BAKTERI ASAM LAKTAT DARI SILASE RANSUM KOMPLIT BERBAHAN BAKU LOKAL

KAJIAN PRODUKSI GARAM ASAM ORGANIK DAN BAKTERI ASAM LAKTAT DARI SILASE RANSUM KOMPLIT BERBAHAN BAKU LOKAL

(The study of Organic Acid Salt Production and Lactic Acid Bacteria Of Complete Feed Silage Based on Local Content).

Tintin Rostini, Irwan Zakir Dan Ari Jumadi Kirnadi
Stap Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan Banjarmasin


ABSTRACT

This study was designed to evaluate the production of organic acid salt and lactid acid bakteria 0f types complete feed silage based on water percentage of matter water percentage of matter 50 % (SRK50), water percentage of matter 60 % (SRK60) and water percentage of matter 70 % (SRK70) by products. Each complete feed was ensiled separately into 50 litres silo and was opened 21 day after ensiling. The silage products organic acid salt (NaOH, KOH, CaOH and ZnO) were evaluated in terms of weight), and microbial (number of lactic acid bacteria). Data were analyzed by using Completely Randomized Design with four treatments and three replicates, followed by LSD test. The result showed that all of complete feed silage had good quality. The types of complete feed silage affected fermentation quality of silages (P<0.05). Complete feed silage (SRK50) showed the best fermentation quality .

Keywords : organic acid salt, lactid acid bacteria, complete feed silage



PENDAHULUAN

Seiring makin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang keamanan produk ternak, maka usaha peternakan rakyat maupun industri mulai mempertimbangkan pembatasan penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena penggunaan antibiotik dapat meninggalkan residu pada produk ternak yang dihasilkan dan juga menimbulkan resistensi bakteri patogen apabila penggunaan antibiotik digunakan dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu perlu adanya alternatif pengganti penggunaan antibiotik dalam pakan ternak, salah satu alternatif tersebut adalah menggunakan probiotik. Probiotik yang umumnya digunakan bersumber dari jamur, kapang dan bakteri Pada umumnya BAL diproduksi dari proses fermentasi produk pangan dan belum ada laporan tentang produksi BAL dan asam organik dari proses fermentasi produk pakan. Fermentasi produk pakan yang dikenal dengan istilah silase.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengganti fungsi antibiotik adalah asam organik (Revington 2002). Asam organik dapat mengurangi komponen toksik yang diproduksi oleh bakteri, mengurangi koloni bakteri patogen di dinding usus, mencegah kerusakan sel epitel usus, (Lopez et al. 1995; Griggs dan Jacob 2005; Gunal et al. 2006) dan meningkatkan performans ternak (Denli et al. 2003; Leeson et al. 2005). Pemberian asam organik dalam bentuk cair mempunyai beberapa kekurangan seperti, permasalahan dalam penanganan karena asam organik dan BAL bersifat korosif dan mudah menguap. (Ricke 2002). Hal ini dapat diatasi dengan merubah bentuk asam organik menjadi garam.

Penggunaan bakteri asam laktat (BAL) sebagai probiotik dalam pakan ternak sudah banyak diteliti (Timmerman et al. 2006). BAL tersebut selain mampu memproduksi asam laktat juga dapat menghasilkan komponen antimikroba seperti bakteriosin, hidrogen peroksida, nisin, lecitin, diplococcin dan lactococcin yang mempunyai sifat antagonistik terhadap bakteri patogen (Jansson 2005). Pada umumnya BAL diproduksi dari proses fermentasi produk pangan susu fermentasi dan produk pangan lainnya, padahal sumber BAL tersebut masih dapat diproduksi dari proses fermentasi produk pakan antara lain produk silase. Silase selain menghasilkan produk primer (silase) juga dapat menghasilkan BAL dan asam organik sebagai produk sekundernya. Dibandingkan dengan BAL silase berbahan baku tunggal, BAL dan asam organik yang dihasilkan dari silase ransum komplit memiliki kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi.
Pemberiaan asam organik dan BAL tidak dapat diberikan secara langsung pada ternak . Hal ini dikhawatirkan viabilitas BAL dan asam organik semakin menurun seiring dengan semakin bervariasinya derajat keasaman (pH) yang terdapat pada saluran pencernaan mengakibatkan BAL tidak mampu hidup pada target organ yang diinginkan. Oleh karena itu perlu adanya teknologi yang dapat melindungi BAL. Teknologi tersebut adalah teknologi kapsulasi.

Materi dan Metode

Tempat dan Waktu
Penelitian berlangsung 5 bulan, mulai dari persiapan (1 bulan), penelitian (3 bulan), analisis sample sampai laporan akhir penelitian (1 bulan).
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dasar Faperta Uniska, analisis produksi asam organik dan bakteri asam


laktat dari silase ransum komplit dilaksanakan di laboratorium Nutrisi ternak Unlam , Laboratorium Ilmu dan teknologi pakan IPB dan Laboratorium LIPI Cibinong

Bahan Penelitian
Bahan utama penelitian adalah Cairan dari silase ransum komplit berbahan baku lokal yang digunakan dalam penelitian ini adalah: jerami jagung, jagung, dedak padi, jerami padi, ampas tahu, limbah kepala udang, paya( limbah sagu), rumput raja, rumput setaria . Bahan pakan tambahan lain yang digunakan adalah premix, urea dan molases.
Basa yang digunakan untuk pembuatan garam asam organik adalah NaOH, KOH, CaOH dan ZnO. Media yang digunakan pada penelitian tahap ini meliputi Muller Hinton agar (Difco), Nutrient broth (Oxoid) dan Nutrient agar .
Bahan untuk isolasi bakteri asam laktat adalah cairan silase, media MRS (Mann Rhogose Shape) agar, MRS broth, Nutrien Agar (NA), CaCl2, HCL 0.1 N dan NaOH 1N; E. coli yang diisolasi dari feses ayam (9 x 107 cfu/ml) sebagai bakteri uji. Karragenan dan sodium alginat sebagai bahan kapsulasi sedangkan bahan pengisi yang digunakan adalah skim milk dan maltodextrin
Sedangkan alat yang digunakan adalah silo untuk membuat silase, mesin cuci untuk menyaring cairan silase, sentrifuse, oven, mortar grinder, spektrofotometer (Campspec seri 2000) peralatan analisis mikrobiologi, freeze- dryer dengan suhu ( -90 s/d -103 0 C), spray- dryer dengan suhu (160 s/d 180 0 C),
laminar flow, autoclve, cawan petri, dan pH meter.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Asam Organik
Salah satu Indikator keberhasilan Silase adalah adanya produk asam organik yang dihasilkan pada silase ransum komplit.

Jumlah asam organik yang dihasilkan dari silase ransum komplit ini tertera pada tabel 1.


Tabel 1 Komposisi asam organik yang dihasilkan selama penelitian
Variabel Perlakuan
SRK 50% SRK 60% SRK 70%
Asam Asetat (%) 22.08 21.84 20.53
Asam Butirat (%) 19.96 19.03 18.86
Asam propionat (%) 20.73 20.89 20.02
Asam laktat (%) 36.23 34.49 31.45



Tabel 1 menunjukkan pada awal SRK 50 % menunjukkan jumlah asam laktat lebih tinggi (36,23%) dibandingkan Asetat ( 22,08%), butirat (19,96%), dan propionat(20,73%) hingga SRK 70 % asam laktat yang lebih dominan yaitu 31,45 %. hal ini menunjukkan bahwa asam laktat terus diproduksi sampai tingkat kadar 70 %, asam organik ini diperoleh lewat proses fermentasi, dimana fase awal fermentasi silase yaitu pertumbuhan bakteri yang menghasilkan asam asetat terjadi. Produksi asam asetat akan menurunkan pH, hingga pertumbuhannya akan terhambat pada pH di bawah 5. Penurunan pH terus berlangsung seiring dengan meningkatnya jumlah kelompok bakteri penghasil asam laktat. Bakteri ini akan terus berkembang sampai mencapai pH sekitar 4. Fase ini adalah fase terpanjang pada proses ensilase dan akan terus berlangsung sampai dicapai pH yang cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme terutama bersifat merugikan. Selanjutnya bahan pakan akan tahan disimpan dan tidak akan terjadi proses kerusakan sepanjang silase tetap terpelihara dalam kondisi anaerob. Jones et al. (2004) dan Schroeder (2004) menambahkan bahwa selama ensilase terjadi aktivitas pendegradasian komponen selulosa dan hemiselulosa oleh mikroorganisme yang terlibat proses fermentasi. Sementara bakteri lainnya (terutama bakteri asam laktat) akan mengkonversi gula-gula sederhana menjadi asam organik (asetat, laktat, propionat dan butirat) selama ensilase berlangsung. Akibatnya produk akhir yang dihasilkan lebih mudah dicerna jika dibandingkan dengan bahan tanpa fermentasi. Selain itu produk asam organik yang dihasilkan juga mampu mendegradasi komponen serat terutama selulosa dan hemilselulosa.
Aspek penting yang mempengaruhi kualitas silase adalah kandungan dari asam organik yang terdapat didalamnya. Pada umumnya yang dijadikan tolak ukur kualitas silase adalah jumlah asam laktat, propionat dan asetat yang dikandungnya (Mc Donald et al. 1991).
Bahan penyusun dari silase ransum komplit pada penelitian ini menggunakan serat kasar yang cukup tinggi. Sedangkan menurut McDonald et al, (1991) salah satu kelemahan hijauan di daerah tropis dibandingkan temperatur adalah pori-pori yang lebih luas. Kedua hal ini akan mempersulit proses pemadatan sehingga kondisi an aerob tidak tercapai. Apabila kondisi an aerob tidak dapat tercapai dengan cepat, maka yang akan terjadi bukan fermentasi oleh bakteri asam laktat melainkan proses pembusukan oleh jamur dan clostridium spp. Hal ini mengakibatkan berkurangnya jumlah asam organik yang dihasilkan dari fermentasi bakteri di dalam silase.
Presentasi tingkat kadar air mempengaruhi total asam organik semakin sedikit jumlah bahan kering maka total asam organik yang dihasilkan lebih tinggi terutam asam laktat hal ini menunjukkan silase ransum komplit dengan tingkat kadar sampai 70 % masih memiliki kualitas yang baik.. Tetapi kandungan asam butirat menunjukkan penurunan, begitu juga dengan asam asetat. Metabolisme asam asetat melalui perubahan asetil Co-A dengan bantuan asetatkinase agar dapat digunakan untuk sumber energi melalui oksidasi siklus krebs, dimana setiap satu mol asam asetat menghasilkan 10 ATP (Mc.Donald et al., 1988). Sementara propionat akan terubah menjadi propionil Co-A dengan bantuan enzim thiokinase untuk selanjutnya diubah dengan bantuan propionil Co-A karboksilase diubah menjadi metil malonil Co-A yang selanjutnya menjadi suksinil Co-A sehingga terbentuk 6 fosfat dan glukosa (Tilman et al., 1991). Disini akan dihasilkan energi dari propionat sebanyak 7 ATP dan setiap mol asam butirat akan menghasilkan 25 ATP (Mc.Donal et al., 1988).
menghasilkan 10 ATP (Mc.Donald et al., 1988). Sementara propionat akan terubah menjadi propionil Co-A dengan bantuan enzim thiokinase untuk selanjutnya diubah dengan bantuan propionil Co-A karboksilase
diubah menjadi metil malonil Co-A yang selanjutnya menjadi suksinil Co-A sehingga terbentuk 6 fosfat dan glukosa (Tilman et al., 1991). Disini akan dihasilkan energi dari propionat sebanyak 7 ATP dan setiap mol asam butirat akan menghasilkan 25 ATP (Mc.Donal et al., 1988).
Kandungan Garam Asam Organik dari cairan silase ransum komplit berbahan baku lokal didapat dengan cara direaksikan pada basa (CaOH,NaOH,KOH dan ZnO).
Jumlah produksi garam asam organik yang dihasilkan dari 100 ml cairan silase dapat menghasilkan garam asam prganik yang cukup tinggi dengan direaksikan menggunakan Basa ZnO dan CaOH. Rincian produksi garam asam organik yang dihasilkan tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah produksi garam asam organik dari 100 ml cairan silase ransum komplit dengan penambahan basa

Jenis Basa Perlakuan
SRK 50 SRK60 SRK70
CaOH (g) 5,05a 4,77a 2,21b
NaOH (g) 3,11a 2,39b 1.24c
KOH (g) 4,24a 1,26b 0,85b
ZnO (g) 14,60a 11,43b 8,83c


Jumlah produksi garam asam organik yang dihasilkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat kadar air silase mempengaruhi jumlah garam asam organik yang dihasilkan dimana penggunaan basa CaOH dan ZnO menghasilkan jumlah garam asam organik terbanyak dibandingkan dengan penggunaan basa lainnya, hal ini kemungkinan basa CaOH dan ZnO bila direaksikan dengan cairan silase memiliki daya larut yang lambat sedangkan basa NaOH, KOH memiliki daya larut yang cukup tinggi, hasil penelitian ini lebih tinggi produksi garam asam organiknya bila dibandingkan dengan hasil penelitian Nagara (2008) garam asam organik yang dihasilkan dari limbah sawit hanya sampai 10.60 g. Hal ini kemungkinan pada penelitian ini menggunakan bahan pakan lokal yang mengandung karbohidrat ampas sagu, ampas tahu dan protein yang cukup tinggi dari limbah kepala udang sebagai penyuplai produksi asam organik waktu masa ensilase. Hal ini sesuai dengan pendapat Menurut Mroz (2005) bahan pakan alami yang segar maupun hijauan yang terfermentasi (silase) mengandung lebih dari 100 asam karboksilat dan turunannya. Sementara Indresh (2007) mengemukakan bahwa Asam organik terdapat secara luas di alam sebagai unsur di dalam tumbuhan dan jaringan hewan. Asam organik juga dapat terbentuk dari fermentasi karbohidrat oleh mikroba yang pada umumnya. Sedangkan menurut Negara (2008) reaksi yang mungkin terjadi antara asam laktat (CH3CH(OH)COOH) dari silase ransum komplit dengan 4 jenis basa adalah sebagai berikut:


CH3CH(OH)COOH + ZnO CH3CH(OH)COOZn + H2O
CH3CH(OH)COOH + KOH CH3CH(OH)COOK + H2O
CH3CH(OH)COOH + NaOH CH3CH(OH)COONa + H2O
CH3CH(OH)COOH + CaOH CH3CH(OH)COOCa + H 2O


Bakteri Asam Laktat
Bakteri Asam laktat (BAL) yang diperoleh pada penelitian ini merupakan isolat hasil silase ransum komplit berbahan baku lokal.. Jumlah BAL menunjukkan perbedaan nyata pada taraf (P<0.05) dimana

jumlah koloni BAL yaitu pada silase ransum komplit SRK 50 % (9.05 log10 cfu/g), SRK 60 % (7,72 log10 cfu/g) dan terendah pada SRK 70 % (6.34 l0g10 cfu/g). Rataan jumlah koloni BAL silase ransum komplit perlakuan disajikan pada pada Tabel 3.


Tabel 3 Rataan jumlah koloni BAL silase ransum komplit
Perlakuan Jumlah koloni BAL (log10 cfu/g)
SRK 50 % 9.05 a
SRK 60 % 7.72 b
SRK 70 % 6.34 c


Jumlah koloni BAL pada penelitian ini cukup tinggi, hal ini kemungkinan karena ketersedian nutrien yang ada pada ketiga silase ransum komplit tersebut dimana selain hijauan yang digunakan sebagai bahan utamanya, juga menggunakan limbah kepala udang sebagai bahan pakan tambahan lainnya, sehingga jumlah koloni BAL yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan silase yang berbahan baku tunggal. Jumlah koloni BAL yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah koloni BAL hasil penelitian Harahap (2008) menggunakan bahan bahan baku dari limbah sawit, ubi dan jagung sebagai bahan silase yaitu sebesar 5.14 sampai 6.05 cfu/g.
Hasil penelitian ini menunjukan semakin tinggi kadar air silase pertumbuhan BAL tidak semakin baik. Pertumbuhan BAL agak terganggu karena tingginya gas yang terbentuk pada silase berkadar air di atas 50 %. Diduga karena besarnya proses respirasi pada bahan baku yang terfermentasi. Respirasi menghasilkan 38 ATP, sedangkan fermentasi hanya menghasilkan 2 ATP (Winarno dan Fardias 1979)
Jumlah koloni bakteri asam laktat yang terdapat pada perlakuan silase ransum komplit ini kemungkinan dipengaruhi dengan mekanisme kerja bakteri asam laktat dalam menghasilkan asam laktat selama proses fermentasi. Peningkatan jumlah koloni bakteri asam laktat akan diikuti dengan penurunan pH. Selanjutnya populasi bakteri asam laktat ini akan menurun setelah fase stabil karena asam yang dihasilkan dapat menghambat pertumbuhannya. Hal ini sesuai Lopez (2000) melaporkan bahwa bakteri asam laktat juga menghasilkan sejumlah komponen-komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida yang dapat menghambat pertumbuhannya. McDonald et al. (1991) menyatakan bahwa bakteri asam dapat bertahan hidup mulai dari pH 4.0 sampai 6.8, bahkan Pediococcus damnasus (cerevisae) dapat bertahan pada pH 3.5, sementara Streptococcus umumnya bertahan pada pH sekitar 4.5 sampai 5.0, sedangkan spesies Lactobacillus akan tumbuh subur pada pH 4.5 sampai 6.4. Diduga pada penelitian ini terdapat sejumlah bakteri asam laktat yang tidak mampu bertahan pada pH rendah sehingga akhirnya akan mati, hanya bakteri tertentu yang dapat bertahan sampai akhir periode ensilase. Selain itu diperkirakan terdapat perbedaan jenis bakteri asam laktat pada awal ensilase dan setelah ensilase. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri asam laktat jenis Streptococcus dan Pediococcus dominan pada awal fase fermentasi, sedangkan jenis Lactobacillus dominan di akhir fermentasi.
Sebagian bakteri asam laktat berpotensi memberikan dampak positif bagi kesehatan dan nutrisi ternak, beberapa di antaranya adalah meningkatkan nilai nutrisi pakan, mengontrol infeksi pada usus, meningkatkan digesti (pencernaan) laktosa, dan mengendalikan tingkat serum kolesterol dalam darah. Sebagian keuntungan tersebut merupakan hasil dari pertumbuhan dan aksi bakteri selama pengolahan pakan, sedangkan sebagian lainnya hasil dari pertumbuhan beberapa BAL di dalam saluran usus saat mencerna pakan yang mengandung BAL sendiri. Bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain dengan memproduksi protein yang disebut bakteriosin. Salah satu contoh bakteriosin yang dikenal luas adalah nisin, diproduksi oleh Lactobacillus lactis ssp. lactis. Nisin dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri, yaitu Bacillus, Clostridium, Staphylococcus, dan Listeria. Senyawa bakteriosin yang diproduksi BAL dapat bermanfaat karena menghambat bakteri patogen Sebagian BAL dapat mengurangi jumlah bakteri patogen secara efektif pada hewan ternak, contohnya bakteri jahat E. coli dan Salmonella. Di samping itu, BAL juga dikonsumsi manusia dan hewan sebagai bakteri probiotik, yaitu bakteri yang dimakan untuk meningkatkan kesehatan atau nutrisi tubuh. Beberapa spesies BAL merupakan probiotik yang baik karena dapat bertahan melewati pH lambung yang rendah dan menempel atau melakukan kolonisasi usus. Akibatnya, bakteri jahat di usus akan berkurang karena kalah bersaing dengan BAL

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini menunjukkan produksi garam asam organik tertinggi dengan direaksikan basa CaOH dan basa ZnO, sedangkan produksi bakteri asam lakatat (BAL) asal silase ransum komplit berbahan baku lokal menghasilkan jumlah koloni tertinggi pada tingkat kadar air 50 % (SRK 50)

SARAN
Berdasarkan Produksi garam asam organik dan jumlah koloni bakteri asam laktat (BAL) yang dihasilkan sebaiknya penambahan kadar air silase tidak lebih dari 50 % .

DAFTAR PUSTAKA

Denli M, Okan F, Çelik K. 2003. Effect of dietary probiotic, organic acid and antibiotic supplementation to diets on broiler performance and carcass yield. Pakistan Journal of Nutrition 2(2):89–91.

Griggs JP, Jacob JP. 2005. Alternatives to antibiotics for organic poultry production. Journal Applied Poultry Research 14:750–756.

.Gunal M, Yayli G, Kaya O, Karahan N, Sulak O. 2006. The effects of antibiotic growth promoter, probiotic or organic acid supplementation on performance, intestinal microflora and tissue of broilers. International Journal of Poultry Science 5(2):149–155.

Janson S. 2005. Lactic acid bacteria in silage – growth, antibacterial activity and antibiotic resistance [thesis]. Swedia: Department of microbiology swedish university of agricultural sciences.


Kimoto H, Nomura M, Kobayashi M, Okamoto T, Ohmomo S. 2004 Identification and probiotic characteristics of lactococcus strains from plant materials. Japan Inter Agric Sci 38 (2) :111–117
Kurlansky. 2002. Salt: A World History. Walker Publishing Company. [terhubung berkala]. http:www.wikipedia.com/salt.html [7 Jun 2007].

Leeson S, Namkung H, Antongiovanni M, Lee EH. 2005. Effect of butyric acid on the performance and carcass yield of broiler chickens. Journal of Poultry Science 84:1418–1422.

Leeson S, Summer JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition 3 Edition. Canada. University Books.

Lendrawati. 2008. Kualitas fermentasi dan nutrisi silase ransum komplit berbasis hasil samping jagung, sawit, dan ubi kayu [tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

López S, Valdés C, Newbold CJ, Wallace RJ. 1995. Decreased methane production and altered fermentation in response to the addition of fumaric acid to the rumen stimulation technique

(rusitec). Winter Meeting on the British Society of Animal Production. Paper 109
McDonald P, Henderson AR, Heron SJE. 1991. The Biochemistry of Silage Second Edition. Great Britain: Chalcombe Publications.

Negara, W. 2009. Kajian Produksi Garam Asam Organik Dari Silase Ransum Komplit Sebagai Pemacu Pertumbuhan Pada Ayam Broiler yang Ditantang Salmonella typhimurium. Thesis. Pasca sarjana IPB.
.
Revington Bill. 2002. Feeding poultry in the post-antibiotic era. [terhubung berkala]. http:// ag.ansc.purdue.edu/poultry/multistate/Multi-state.pdf [23 Februari 2008].

Ricke SC. 2003. Perspectives on the use of organic acids and short chain fatty acids as antimicrobials. Poultry Science 82:632–639.

Schöner FJ. 2002. Nutritional effects of organic acids. [terhubung berkala]. http://ressources.ciheam.org/om/pdf/c54/01600011.pdf. [29 mei 2008].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar